Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo kembali menunjukkan komitmennya dalam penguatan literasi sejarah kritis melalui kegiatan Diskusi Sejarah G30S/PKI, yang dilaksanakan pada Senin, 2 Juni 2024, bertempat di Aula FIS UNG.

Kegiatan ini bertujuan membuka ruang dialog ilmiah bagi mahasiswa dalam memahami peristiwa G30S/PKI secara objektif, multidimensional, dan berbasis sumber. Mahasiswa tidak hanya diajak untuk mengenal kronologi peristiwa, tetapi juga mengevaluasi berbagai narasi historiografis, mulai dari versi resmi negara hingga perspektif alternatif yang berkembang di ranah akademik.

Diskusi dibuka dengan pengantar dari dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Kontemporer, dilanjutkan dengan pemutaran dua dokumenter singkat yang menghadirkan sudut pandang berbeda terhadap peristiwa tahun 1965 tersebut. Pemaparan materi utama oleh narasumber membahas latar politik Indonesia era 1950-an, kronologi tragedi G30S/PKI, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial dan politik nasional.

Mahasiswa antusias terlibat dalam sesi diskusi terbuka, mengajukan pertanyaan, dan menyampaikan pandangan kritis mereka terhadap penyajian sejarah yang sering kali bersifat tunggal dalam narasi formal. Diskusi ini juga menekankan pentingnya pendekatan historiografi dan rekonsiliasi dalam pembelajaran sejarah di ruang kelas.

“Diskusi ini membuka cakrawala berpikir saya. Ternyata sejarah tidak hanya satu sisi saja, tapi banyak versi dan semuanya harus dikaji dengan sumber yang valid,” ungkap salah satu mahasiswa peserta kegiatan.

Kendala yang muncul seperti ketidakbiasaan peserta terhadap narasi alternatif berhasil diatasi melalui daftar bacaan tambahan serta diskusi lanjutan dalam kelompok kecil. Selain itu, dinamika perbedaan pendapat selama diskusi berhasil dikelola dengan baik oleh moderator, menciptakan suasana dialogis yang sehat dan akademis.

Kegiatan ini menjadi bagian dari pembentukan sikap ilmiah mahasiswa sebagai calon pendidik sejarah, yang dituntut mampu menyampaikan materi sensitif secara adil dan berimbang. Diharapkan, kegiatan serupa dapat dilaksanakan secara berkelanjutan sebagai media pembelajaran kritis, reflektif, dan humanis.